Bisnis.com, JAKARTA — Farhani Djohan mengambil sisir dari kamar dan rambut palsu dari manekin yang berada di atas rak buku. Wig disisirnya perlahan dari pangkal rambut hingga ujung. Diputar 180 derajat dan disisir lagi.
Rasa kurang percaya diri Farhani muncul bila bertemu dengan orang lain tanpa wig. Lalu dia meletakkan wig berwarna hitam kecokelatan dengan potongan bob menutupi rambut putih yang mulai tumbuh di kulit kepalanya.
Rambut putihnya memiliki panjang seruas jari orang dewasa. Tahun lalu, dia mengalami kebotakan. Botaknya kulit kepala adalah hal yang harus dihadapi oleh penderita kanker akibat kemoterapi.
Pada tahun lalu, Farhani telah melakukan pengangkatan kelenjar dua payudaranya. Pengangkatan tersebut dilakukan di rumah sakit Malaysia. Keputusan berobat di luar negeri dilakukan karena telah kecewa dengan tindakan dokter di Indonesia.
Saat saya berkunjung ke rumah Farhani yang berada di Cikarang. Dia bercerita bahwa pada April 2018, merasakan adanya benjolan payudara. Keanehan yang dirasakannya menimbulkan tanda tanya besar dan dia pun melakukan pemeriksaan USG Mammae ke RS Mitra Keluar Bekasi Timur.
Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya tumor dengan kecurigaan. Saat didiagnosis memiliki penyakit tumor, bukan kanker, perempuan yang memiliki tiga anak perempuan ini melantunkan rasa syukur kepada Sang Pencipta.
"Saat dibilang hanya tumor, saya merasa bersyukur. Karena kalau tumor cukup sekali operasi saja. Saya sempat was-was, karena ibu saya meninggal karena kanker nasofaring di usia 51 tahun. Secara genetik saya ada sel kanker dan saya juga rutin memeriksa diri setiap tahun," ungkapnya.
Kendati begitu, pemeriksaan lain tetap dilakukan oleh Farhani ke bagian onkologi. Didapati hasil bahwa di tubuh Farhani terdapat sel kanker dan dokter menilai sel kankernya masih stadiun 0 menuju stadium 1.
Dokter menyarankan kepada perempuan yang berprofesi sebagai kepala yayasan pendidikan untuk mengangkat sel tumor dari payudaranya. Dia menuruti hal tersebut. Usai operasi pengangkatan tumor, Farhani harus mengikuti kemoterapi untuk membunuh sel kanker yang masih aktif.
Namun, setelah menanti selama sebulan. Jadwal kemoterapi tak juga muncul. Perasaannya bercampur aduk. Dia menjadi berkecil hati, karena menggunakan fasilitas jaminan dari pemerintah, BPJS Kesehatan.
Ketiga anak Farhani berkumpul dan memberikan semangat kepadanya. Anak perempuan sulung Farhani yang sekolah kedokteran meminta semua dokumen yang diberikan rumah sakit kepada ibunya dan membaca lamat-lamat. Muncul kejanggalan lain dalam pikiran dokter muda ini.
"Setelah baca itu dokumen itu, anak saya bilang, kenapa tumornya masih ada tersisa? Lalu saya menghubungi suami yang sedang bertugas di Medan dan kami pun memutuskan untuk berobat ke Malaysia," katanya.
Untuk menjawab kejanggalan tersebut, Farhani memutuskan berobat ke Mount Miriam Cancer Hospital dan Island Hospital Penang. Hasil dari laboratorium patologi menyebutkan bahwa sel kanker payudara Farhani telah menjalar hingga ke getah benih dan dia memutuskan untuk mengangkat kelenjar payudaranya.
Usai operasi pengangkatan payudara, dia harus melewati pengobatan radioterapi selama 25 hari pascaoperasi. Radioterapi berlangsung selama 15 menit setiap harinya. Radioterapi adalah terapi radiasi menggunakan radiasi tingkat tinggi yang bertujuan untuk membunuh sel kanker serta mengecilkan ukuran tumor.
Setelah operasi selama sebulan, dia pun memutuskan untuk tinggal di Malaysia selama sebulan. Selain radioterapi, Farhani juga harus menjalani kemoterapi sebanyak 8 kali. 25 Mei 2019 adalah kemoterapi terakhir dan pada 25 Juni 2019, dia bebas dari sel kanker aktif.
Total biaya pengobatan kanker Farhani hampir setahun mencapai Rp300 juta. Dia bersyukur memiliki keluarga yang memberikan dukungan dan rekan-rekan kerja memberikan semangat saat menghadapi penyakit kritis.
Namun, sel kanker di tubuh Farhani bisa aktif kembali bila tak menjaga pola konsumsi. Dokter pun menyarankan untuk gaya hidup sehat, berolahraga dan menghindari makanan cepat saji.
Pembunuh Terbanyak
Jenis kanker pembunuh yang menjadi pembunuh perempuan paling banyak adalah kanker payudara. Sedangkan kanker yang paling banyak membunuh laki-laki adalah kanker paru.
Marchadi adalah penyintas kanker paru, berusia 59 tahun. Dia bekerja sebagai pedagang mesin percetakan. Pria yang akrab disapa Hadi, bukanlah perokok aktif. Namun, dokter mendiagnosa Hadi memiliki sel kanker sejak 2014.
Bak petir disiang bolong, Hadi dan keluarga terkejut. Hanya bayang-bayang penderitaan menuju kematian yang terbesit.Tak ada ciri khusus yang dirasakannya.
Sebelum divonis mengidap kanker paru, dia sempat merasakan sesak pada dada dan memutuskan melakukan pemeriksaan ke dokter spesialis jantung. Saat itu,tak ada gejala yang mencolok, hanya merasa engap-engap saat sedang sibuk beraktivitas.
Selang beberapa pekan kemudian, Hadi lebih sering berdeham tanpa merasa gatal pada tenggorokan. Saat berdeham, darah segar keluar dari mulutnya. Dia hanya terdiam dan heran.
Sejak saat itu, dia harus menerima kesakitan dari kanker yang berada di dalam tubuhnya. Tak nafsu makan hingga sakit pada kepala tak tertahankan, kadang membuatnya harus berteriak dan turun dari kasur pada tengah malam.
Diagnosa dokter yang sangat berat tersebut semakin sulit untuk dipikul karena dibarengi dengan vonis lingkungan sekitar yang sempat menjauhinya karena takut tertular. Penyakit yang diderita juga dituding sebagai kutukan dosa masa lalu.
“Awas kanker bisa menular. Mungkin itu karena dosanya sewaktu muda,” hujan kalimat tersebut tak bisa dihindari dari orang-orang sekitar.
Staf medik fungsional patologi anatomi RS Kanker Dharmais Evlina Suzanna Sinuraya mengatakan bahwa paru-paru lebih lembut dari kornea. Bila ada debu atau asap yang mengganggu maka mata akan berkedip dan juga memberikan air mata untuk mengeluarkan benda asing dan juga melindungi mata.
Dia juga menyayangkan bila ada orang-orang yang menghisap rokok dan rokok elektrik dengan mengabaikan kesehatan paru orang-orang di sekitarnya. Saat berada di dekat perokok aktif, maka orang yang menghirup asap rokok menjadi perokok pasif memiliki potensi mutasi sel yang memicu adanya penyakit kanker.
“Stigma penyakit kanker menular harus dihilangkan, karena itu bukan penyakit menular. Apalagi ada stigma di masyarakat kalau penderita kanker adalah keluarga yang pernah berbuat jahat. Itu salah besar,” ungkapnya.
Mutasi Genetik
Sel kanker berasal dari satu sel yang berubah dan mengalami mutasi genetik. Sel tersebut lebih cepat membelah diri lebih cepat dibandingkan sel tubuh lainnya, susah mati dan tak bisa dibunuh oleh imun tubuh.
Akan tetapi, ada juga sel kanker agresif dan masuk ke pembuluh darah lain. Sel kanker yang agresif ini bisa menyebar, seperti dari kanker payudara, paru bisa menyebar ke otak dan tulang.
Kanker paru yang berada di tubuh Hadi telah menyebar ke otak. Sel kanker pada otaknya sempat mencapai seukuran kacang hijau dan kemudian membesar seukuran kacang tanah. Sakit bukan main setiap malam dirasakannya. Dia sering terbangun dan menjerit menahan sakit kepala.
Berdasarkan data Global Cancer Observatory (Globocan) 2018, jumlah kematian akibat kanker di Indonesia mencapai 207.001 jiwa. Lima jenis kanker yang paling banyak menelan korban adalah kanker paru, payudara, serviks, kolorektal dan hati masing-masing 26.095 jiwa, 22.692 jiwa, 18.279 jiwa, 18.186 jiwa dan 18.148 jiwa.
Data tersebut menyebutkan penambahan kasus kanker baru di Indonesia mencapai 350.000 kasus pada 2018. Sebanyak 188.231 kasus didapati pada perempuan dan 160.578 kasus ditemukan pada laki-laki.
Proyeksi peningkatan kasus kanker tak hanya dicatatkan oleh lembaga internasional. Senada, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2018) mencatatkan angka prevalensi kanker di Indonesia pada 2018 adalah 1,8 per 1.000 penduduk, atau telah naik dari 2013 sebesar 1,4 per 1.000 penduduk.
Selalu Bertambah
Dokter Spesialis Penyakit Dalam RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, Ikhwan Rinaldi menuturkan jumlah penderita kanker setiap tahun selalu bertambah. Dia pun tak menampik bahwa banyak pasien-pasien dari Indonesia yang lebih memilih berobat ke luar negeri karena ada kemudahan dan kecanggihan teknologi kedokteran.
Dia mengklaim bahwa tenaga medis di Indonesia tak kalah bagus dengan Malaysia dan negara lainnya. Contohnya, pengobatan terbaru kanker yakni imunoterapi sudah bisa dilakukan di Indonesia.
Kendati begitu, dokter-dokter di Indonesia membutuhkan waktu melihat sel kanker pada pasien. Bila sel kanker agresif membelah diri dan hanya berada pada satu tempat saja maka bisa dilihat dari benjolan yang muncul dari permukaan kulit dan tindakan bisa langsung dilakukan.
Akan tetapi ada juga sel kanker agresif dan masuk ke pembuluh darah lain. Sel kanker yang agresif ini bisa menyebar, seperti dari kanker payudara, bisa menyebar ke getah bening, otak dan tulang
Kanker merupakan penyakit kritis dan serius. Farhani dan Hadi memiliki harapan besar pada dunia medis di Indonesia yakni memberikan penanganan cepat dan sigap pada pasien penyakit kanker. Mereka pun berharap agar dokter dan pemerintah memberikan tindakan dan layanan yang maksimal.
Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :
Features
Kesehatan - Terkini - Google Berita
December 23, 2019 at 07:41PM
https://ift.tt/2scN6Xu
Farhani Djohan dan Kisah Perjuangan Melawan Penyakit Kanker - Bisnis.com
Kesehatan - Terkini - Google Berita
https://ift.tt/2zZ7Xy3
Bagikan Berita Ini
Komunitas Game Online yang terpercaya & Pelayanan yang memuaskan..
ReplyDeleteAyo kunjungin kami ya IONQQ".COM