TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto menanggapi riset yang menyebutkan bahwa perokok aktif memiliki risiko terinfeksi COVID-19 lebih rendah. Menurutnya riset di Prancis tersebut tidak bisa dijadikan kesimpulan secara menyeluruh di berbagai wilayah.
Agus menyatakan itu dalam video konferensi bertajuk ‘Surat untuk Presiden dari Organisasi Anggota/Mitra Komnas Pengendalian Tembakau’, Selasa 28 April 2020. Di sana Agus mengatakan kalau ada sekitar 12 riset lain di dunia, termasuk di Amerika Serikat, menunjukkan hasil sebaliknya, yakni secara histopatologi mendukung bahwa rokok meningkatkan risiko tertular virus corona.
“Kita harus berbicara berapa banyaknya perokok yang terinfeksi virus, artinya juga banyaknya perokok di Prancis juga lebih rendah, hanya sekitar 20 persen kalau tidak salah, sehingga kasusnya juga lebih rendah,” ujar dia.
Agus yang juga dokter spesialis paru konsultan itu mengatakan bahwa studi tersebut harus menunjukkan jumlah proporsi perokok. “Karena dalam riset histopatologi dan epidemologi harus melihat proporsi perokok, tidak bisa menjadi kesimpulan secara keseluruhan,” kata Agus.
Di Cina, Agus mencontohkan, sebanyak 58 persen penderita COVID-19 adalah laki-laki. Di Negeri Tirai Bambu itu, menurut riset, laki-laki merokok 20 kali lebih tinggi dibandingkan perempuan. Data seperti itu, kata Agus, tak ditemukan dalam penelitian di Prancis sehingga, menurutnya, harus diuji lebih lanjut.
“Kalau hanya satu studi saja dianggap menjadi kesimpulan ya tidak bisa, kita harus melihat riset-riset yang dari segi histopatologi dan epidemologi. Itu menurut saya seperti itu,” ujar Agus, sambil menambahkan, “kita harus lebih cermat agar melihat preferensi dari jumlah perokok di wilayah itu.”
Sebelumnya, sebuah penelitian di Prancis itu menduga risiko perokok aktif terjangkit penyakit virus corona 2019 lebih rendah daripada populasi masyarakat umumnya. Mereka menduga itu setelah melakukan studi terhadap 480 pasien positif COVID-19 di fasilitas medis Pitie-Salpetriere.
Sebanyak 350 di antaranya dirawat di rumah sakit sementara sisanya, dengan gejala yang kurang serius, dipulangkan untuk dirawat di rumah. Mereka yang dirawat di rumah sakit memiliki median usia 65 tahun dan 4,4 persen adalah perokok. Pasien yang dipulangkan memiliki median usia 44 tahun, 5,3 persen di antaranya merokok.
Menghitung usia dan jenis kelamin, para peneliti menemukan bahwa jumlah perokok jauh lebih rendah daripada populasi umum di antara pasien yang diteliti. Hasil itu didapat berdasarkan studi cross-sectional yang menyebut mereka yang merokok setiap hari jauh lebih kecil kemungkinannya mengembangkan gejala ataupun infeksi parah SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.
"Efeknya signifikan. Ini membagi risiko menjadi seperlima untuk pasien rawat jalan dan seperempat untuk mereka yang dirawat di rumah sakit," tulis para peneliti, seperti dikutip dari laman New York Post, Rabu 22 April 2020. "Kami jarang melihat ini dalam pengobatan."
Dugaan itu senada dengan pernyataan terpisah Hua Linda Cai dari University of California, Amerika Serikat. Para perokok, menurutnya, hanya 12,5 persen dari mereka yang sakit parah karena COVID-19 di Cina. Angka itu bahkan jauh lebih rendah daripada proporsi perokok di tengah populasi negara itu.
Linda Cai mengatakan itu saat mematahkan hipotesa kebiasaan merokok di balik kerentanan laki-laki terhadap COVID-19 dibandingkan perempuan. Studi tentang perbedaan kerentanan itu dilakukan di sejumlah rumah sakit di Cina, Inggris, dan Amerika Serikat, dan hasilnya senada: orang tua laki-laki lebih rentan.
Kesehatan - Terbaru - Google Berita
April 29, 2020 at 09:50AM
https://ift.tt/3cWVoV9
Dokter Paru Indonesia Sangkal Risiko Rendah Perokok Kena COVID-19 - Tempo
Kesehatan - Terbaru - Google Berita
https://ift.tt/2zZ7Xy3
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Dokter Paru Indonesia Sangkal Risiko Rendah Perokok Kena COVID-19 - Tempo"
Post a Comment