Sebelumnya penelitian di luar manusia menemukan bahwa kombinasi remdesivir dan obat malaria chloroquine disebut sangat efektif mengendalikan infeksi virus corona. Studi ini merupakan temuan peneliti di Wuhan Institute dan Beijing Institute of Pharmacology and Toxicology.
Tapi dikutip dari laporan South China Morning Post, upaya ini berpotensi memunculkan pertanyaan soal hak kekayaan intelektual dan hak pemasaran.
Remdesivir sendiri merupakan kandidat obat yang dikembangkan oleh Gilead Sciences--perusahaan bioteknologi Amerika Serikat. Itu sebab Institute of Virologi di Wuhan bergegas mengajukan paten remdesivir untuk mengatasi wabah corona. Rencana ini disampaikan melalui laman resmi mereka pada 21 Januari 2020.
Jika pengajuan itu disetujui, pihaknya akan memfasilitasi agar obat tersebut bisa digunakan untuk penyembuhan secara global.
"Karena senyawa ini [secara terpisah] telah digunakan pada pasien manusia dengan rekam jejak dan terbukti efektif melawan pelbagai penyakit. Maka kami menyarankan agar mereka digunakan pada pasien yang dijangkiti virus corona jenis baru," tulis para peneliti tersebut.
Wabah virus corona jenis baru tersebut telah memicu kepanikan di pelbagai penjuru dunia. Insiden tersebut juga memaksa China untuk mengisolasi warganya di Wuhan juga kota-kota lain di provinsi Hubei--titik di mana virus tersebut berasal.
Ilustrasi: Wabah corona yang bermula dari Wuhan, China memicu kepanikan di pelbagai negara. (Foto: STR / AFP)
|
Kendati begitu Kepala Petugas Medis Gilead, Merdad Parsey menerangkan bahwa remdesivir belum mendapatkan lisensi dari mana pun--secara global, dan belum terbukti aman atau efektif untuk penggunaan apapun. President of Public Affairs Gilead, Sonia Choi menambahkan kini pihaknya tengah fokus untuk mengukur potensi remdesivir mengobati virus corona jenis baru.
Ia pun mengaku telah mengetahui pengajuan paten tersebut namun belum bisa memutuskan lantaran masih mempertimbangkan beberapa hal.
"Kami masih fokus untuk menentukan itu secara cepat. Selain itu kami juga mempercepat pembuatan remdesivir untuk mengantisipasi potensi kebutuhan pasokan di masa depan," tambah Sonia Choi.
Gilead sudah pernah mengajukan paten pada 2016 untuk metode pengobatan infeksi virus corona, tapi tanpa menyebutkan remdesivir. Temuan ilmiah perusahaan yang berbasis di California ini terkait efek remdesivir terhadap virus corona telah dipublikasikan dalam Science Translational Medicine Journal pada Juni 2017. Studi tersebut mengulas bagaimana obat dengan metode pengembangan GS-5734 mampu menghambat virus corona dan zoonosis.
Akan tetapi belum diketahui kapan pengajuan paten tersebut akan disetujui oleh otoritas hak paten di China. Tetapi terbuka kemungkinan unit akademi ilmu pengetahuan China bisa saja mempersoalkan masalah hukum.
Para peneliti China mengatakan pengajuan paten berdasar pada praktik internasional dan sebagai bentuk perlindungan terhadap kepentingan nasional. Selain itu China tidak akan menggunakan hak kekayaan intelektual ini jika perusahaan farmasi asing tersebut bersedia membantu memerangi wabah.
Bahkan sekalipun Institut Virologi Wuhan kelak mendapatkan paten penggunaan obat novel corona virus, hal ini tidak akan membatasi paten yang diajukan Gilead. Merespons celah masalah hukum ini, Pengacara Paten dan Merek, Andrew Cobden berpendapat perusahaan farmasi asing itu kemungkinan justru bakal memilih bekerja sama dengan institut virologi Wuhan untuk memasarkan obat tersebut.
"Secara teori, pemilik paten mungkin bisa menggunakan patennya untuk menghentikan perusahaan lain membuat, mengimpor atau menjual obat itu ke China. Tapi paten tidak bisa menghentikan dokter meresepkan obat untuk mengobati pasien," terang pengacara paten dan merek dagang di Hong Kong, Andrew Cobden.
[Gambas:Video CNN] (NMA/NMA)
Kesehatan - Terbaru - Google Berita
February 08, 2020 at 08:10PM
https://ift.tt/2uuqN0K
Di Balik Rencana China Mengajukan Paten Obat Virus Corona - CNN Indonesia
Kesehatan - Terbaru - Google Berita
https://ift.tt/2zZ7Xy3
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Di Balik Rencana China Mengajukan Paten Obat Virus Corona - CNN Indonesia"
Post a Comment