REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Merokok merupakan kebiasaan yang cukup sulit untuk ditinggalkan oleh perokok. Hal ini bisa terasa lebih sulit lagi bila dilakukan oleh perokok perempuan.
Hal ini diungkapkan dalam sebuah studi yang melibatkan lebih dari 200 pasien di St Michael's Hospital, Toronto. Sepertiga dari partisipan dengan rerata usia 56 tahun ini merupakan perempuan. Temuan terbaru ini telah dipresentasikan pada Canadian Cardiovascular Congress di Montreal.
Para pasien yang menjadi partisipan rata-rata merokok 18 batang rokok per hari selama 37 tahun. Dua per tiga dari pasien tersebut telah memiliki kondisi dislipidemia, di mana kadar lipid di dalam darah mereka tinggi.
Selain itu, hampir dua per tiga dari para pasien yang terlibat dalam studi ini juga menderita tekanan darah tinggi. Nyaris setengah dari para pasien juga diketahui menderita penyakit jantung.
"Berhenti merokok merupakan faktor risiko yang bisa diubah yang paling signifikan untuk mencegah penyakit jantung pada perempuan," jelas peneliti senior dari University of Toronto Dr Beth Abramson seperti dilansir US News, Rabu (30/10).
Setelah enam bulan studi dilakukan, sebanyak 58 partisipan atau sekitar 25 persen dari pasien yang terlibat berhasil berhenti merokok. Sedangkan sebanyak 68 partisipan atau sekitar 29 persen pasien yang terlibat dalam studi berhasil mengurangi jumlah rokok per hari lebih dari setengah kebiasaan mereka.
Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi kemungkinan keberhasilan perokok untuk berhenti merokok. Faktor tersebut meliputi rutinitas kunjungan ke klinik, penggunaan obat dengan resep dokter seperti varenicline (Chantix), serta jenis kelamin dan juga kemampuan finansial perokok untuk mengakses terapi berhenti merokok.
Penggunaan Chantix dalam terapi berhenti merokok dapat meningkatkan keberhasilan berhenti merokok hingga lebih dari dua kali lipat. Meski begitu, perempuan tetap diketahui memiliki kemungkinan keberhasilan 50 persen lebih rendah dibandingakn laki-laki untuk berhenti merokok.
Studi lain mengungkapkan bahwa otak perempuan bereaksi dengan cara yang berbeda terhadap nikotin dibandingkan dengan otak laki-laki. Perbedaan ini dinilai berkontribusi terhadap lebih rendahnya kemungkinan perempuan untuk berhenti merokok bila menggunakan produk pengganti nikotin.
"Beberapa perempuan juga takut mengalami kenaikan berat badan setelah berhenti merokok," jelas Direktur Center for Tobacco Control di Northwell Health Patricia Folan.
Folan mengatakan, makanan memang akan terasa memiliki aroma dan cita rasa yang lebih baik setelah perokok berhenti merokok. Oleh karena itu, kenaikan berat badan setelah berhenti merokok merupakan hal yang bisa saja terjadi.
Namun hal ini tentu tidak boleh menjadi alasan bagi perokok perempuan untuk tetap melanjutkan kebiasaan buruk merokok. Ada bebapa hal yang bisa dilakukan agar perempuan tidak mengalami kenaikan berat badan setelah berhenti merokok.
"Stok makanan sehat, khususnya buah dan sayur, dan jaga hidrasi tubuh dengan air putih yang cukup dapat membantu menghindari kenaikan berat badan," jawab Folan.
Kesehatan - Terkini - Google Berita
October 30, 2019 at 01:50PM
https://ift.tt/36jx4dw
Mana yang Lebih Sulit Lepas dari Rokok, Perempuan atau Pria? - Republika Online
Kesehatan - Terkini - Google Berita
https://ift.tt/2zZ7Xy3
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Mana yang Lebih Sulit Lepas dari Rokok, Perempuan atau Pria? - Republika Online"
Post a Comment