Beritasatu.com – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak 11 April lalu telah memperbarui definisi tentang korban jiwa akibat penyakit Covid-19 dan beberapa kali mencantumkannya lagi dalam buletin harian terkait pandemik ini.
Menurut WHO, korban jiwa Covid-19 juga harus mencantumkan kasus-kasus yang dicurigai sebagai infeksi Covid-19 akibat virus corona dengan melihat gejala penyakitnya, semata demi kepentingan pemantauan penyebaran wabah ini.
“Korban jiwa Covid-19 didefinisikan sebagai -- demi tujuan pemantauan -- kematian yang disebabkan oleh penyakit yang secara klinis cocok dengan kasus Covid-19 baik yang terkonfirmasi maupun probable (dicurigai), kecuali jika ada penyebab kematian lain yang nyata dan tidak bisa dikaitkan dengan Covid-19 (misalnya trauma akibat kecelakaan),” tulis WHO dalam buletinnya.
Syarat lainnya adalah, “harus tidak terjadi periode sembuh total antara ketika sakit dengan waktu meninggal”, demikian WHO.
Di Indonesia, kasus-kasus Covid-19 yang masih probable dikategorikan sebagai orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP).
Pada faktanya memang banyak kasus kematian di seluruh dunia yang dicurigai sebagai akibat pandemik Covid-19 karena menunjukkan gejala yang khas ketika sakit, tetapi karena satu dan lain hal belum bisa dikonfirmasi melalui tes laboratorium.
Fakta lainnya adalah hampir seluruh negara di dunia kekurangan alat dan bahan untuk melakukan tes diagnostik Covid-19 sehingga banyak pasien dengan gejala yang sama akhirnya meninggal tanpa terkonfirmasi apakah benar mengidap penyakit tersebut.
Beda Tiap Negara
Di Indonesia jelas bahwa data korban jiwa Covid-19 hanya mencantumkan kematian pasien yang sudah terkonfirmasi mengidap Covid-19 melalui uji spesimen yang diambil ketika pasien masih hidup, seperti ditegaskan juru bicara Gugus Tugas Covid-19 Achmad Yurianto belum lama ini.
Hasil laboratorium itu kadang-kadang keluar setelah pasien meninggal dan data kematiannya disusulkan kemudian.
Namun, korban jiwa dari kategori ODP dan PDP tetap harus dimakamkan dengan prosedur dan protokol Covid-19 demi melindungi keluarga almarhum dan petugas pemakaman, kata Yurianto. Protokol itu antara lain mewajibkan petugas pemakaman dan orang lain yang hadir untuk mengenakan alat perlindungan diri, jenazah dimasukkan peti mati, dan peti tersebut dibungkus plastik.
Prancis, Inggris dan Italia kurang lebih sama, hanya korban jiwa pasien yang mendapat perawatan medis karena Covid-19 yang dihitung, sementara kematian yang tidak terpantau oleh gugus tugas masing-masing negara tidak dihitung sebagai korban jiwa Covid-19, meskipun sebelumnya menunjukkan gejala infeksi virus corona seperti susah bernapas, pneumonia, batuk, dan demam tinggi serta terjadi di area terdampak.
Di Amerika Serikat dan Belgia, kasus-kasus kematian ODP dan PDP dimasukkan dalam korban jiwa Covid-19, sehingga jumlah kematian akibat pandemik ini sangat tinggi di dua negara tersebut.
Definisi Lain
WHO juga mengenal istilah ODP dan PDP, tetapi memberikan definisi sedikit berbeda terhadap kasus-kasus yang dicurigai Covid-19 sebagai berikut:
Kasus Dicurigai Covid-19 (PDP di Indonesia)
A. Seorang pasien dengan penyakit pernapasan akut (disertai demam dan paling tidak satu gejala penyakit pernapasan misalnya batuk dan napas pendek), DAN dengan riwayat perjalanan ke atau warga yang tinggal di sebuah lokasi di mana telah dilaporkan adanya penularan komunitas (community transmission) penyakit Covid-19 selama 14 hari sebelum gejala itu muncul.
Atau,
B. Seorang pasien dengan penyakit pernapasan akut dan telah melakukan kontak dengan pengidap kasus terkonfirmasi Covid-19 atau kemungkinan kasus Covid-19 dalam 14 hari sebelum gejala itu muncul.
Atau,
C. Seorang pasien dengan penyakit pernapasan akut yang parah (disertai demam dan paling tidak satu gejala penyakit pernapasan misalnya batuk dan napas pendek serta perlu opname) dan tidak ada diagnosis lain yang bisa menjelaskan sepenuhnya kondisi klinis yang dideritanya.
Kasus Probable (ODP di Indonesia)
A. Orang yang dicurigai terinfeksi tetapi hasil tes Covid-19 padanya tidak mampu memberi hasil yang pasti, atau menurut hasil tes laboratorium diberi keterangan “inconclusive” (tidak pasti).
Atau,
B. Orang yang dicurigai terinfeksi tetapi karena satu dan lain hal tidak bisa menjalani tes.
Kasus Terkonfirmasi
Seseorang yang telah dikonfirmasi mengidap infeksi Covid-19 melalui uji laboratorium, apa pun gejala atau tanda-tanda klinis yang ditunjukkan. Perlu diingat bahwa tidak semua pasien Covid-19 menunjukkan gejala klinis yang sama, bahkan ada yang tanpa gejala.
Definisi Kontak
Kontak dalam pengertian wabah Covid-19 adalah seseorang yang terpapar dengan orang yang dicurigai atau dikonfirmasi mengidap Covid-19 dalam dua hari sebelum dan 14 hari sesudah orang lain itu menunjukkan gejala. Terpapar dalam arti:
1. Bertatap muka dengan orang yang dicurigai atau dikonfirmasi mengidap Covid-19 dalam jarak 1 meter dan selama lebih dari 15 menit;
2. Bersentuhan fisik dengan orang yang dicurigai atau dikonfirmasi mengidap Covid-19;
3. Merawat langsung seorang pasien yang dicurigai atau dikonfirmasi mengidap Covid-19 tanpa mengenakan APD;
Atau,
4. Situasi lain yang berisiko.
Untuk kasus-kasus terkonfirmasi yang tanpa gejala, periode terjadinya kontak diukur selama dua hari sebelum dan 14 sesudah tanggal pengambilan sampel yang kemudian terbukti positif di laboratorium.
Penjelasan WHO yang lebih lengkap bisa ditemukan di sini.
Sertifikat Kematian
Definisi korban jiwa Covid-19 ini juga dimaksudkan WHO untuk membantu legalisasi penyebab kematian karena di banyak negara penyebab kematian harus dicantumkan untuk kepentingan hukum.
Masalah sering timbul karena di tengah pandemik ini banyak korban jiwa berjatuhan tetapi petugas sertifikat kematian sering ragu-ragu untuk menulis Covid-19 sebagai penyebabnya jika tidak ada konfirmasi uji laboratorium.
WHO mengatakan Covid-19 boleh dicantumkan sebagai penyebab tunggal kematian meskipun ada penyakit lain seperti kanker, dan harus ditulis terpisah jika ada penyakit bawaan yang memicu gejala Covid-19 menjadi makin parah.
WHO mengeluarkan panduan sebagai berikut agar pencatatan korban jiwa akibat Covid-19 bisa seragam.
A. Covid-19 harus ditulis dalam keterangan medis penyebab kematian pasien yang meninggal karena penyakit ini, atau diasumsikan demikian, atau meninggal salah satunya karena penyakit ini.
B. Terminologi Covid-19 harus dipakai, BUKAN virus corona. Alasannya karena banyak tipe virus corona dalam wabah-wabah sebelumnya, dan berbeda dengan Covid-19.
C. Rentetan masalah medis yang menyebabkan kematian perlu disebutkan dalam sertifikat. Misalnya, dalam kasus ketika Covid-19 memicu pneumonia (radang paru) dan kegagalan bernapas, baik pneumonia dan kegagalan bernapas harus dituliskan bersama dengan Covid-19.
D. Terkait penyakit bawaan, makin banyak bukti bahwa pasien Covid-19 yang sebelumnya sudah memiliki penyakit kronis atau sistem kekebalannya rusak punya risiko tinggi untuk meninggal karena Covid-19. Misalnya penyakit jantung atau diabetes. Penyakit bawaan itu juga harus dituliskan bersama Covid-19.
Untuk mengetahui panduan lengkap WHO tersebut bisa dilihat di sini.
Kesehatan - Terbaru - Google Berita
May 01, 2020 at 04:39AM
https://ift.tt/3f6Q9UJ
WHO: Definisi Korban Jiwa Covid-19 Termasuk dari Kasus PDP - Investor Daily
Kesehatan - Terbaru - Google Berita
https://ift.tt/2zZ7Xy3
Bagikan Berita Ini
0 Response to "WHO: Definisi Korban Jiwa Covid-19 Termasuk dari Kasus PDP - Investor Daily"
Post a Comment